44762C71CC8522B547258C9D0024487D

JAKARTA – Semarak budaya Jepang kembali mewarnai dua kota besar Indonesia lewat gelaran Sake Festival 2025, yang akan digelar di Vin+ Arcadia Jakarta pada 3 Juni dan dilanjutkan di Sheraton Kuta Resort Bali pada 5 Juni. Festival berskala internasional ini menjadi momentum langka bagi masyarakat untuk menjelajahi kedalaman budaya Jepang melalui minuman fermentasi khas negeri sakura: Sake.

Diselenggarakan oleh PT Jaddi Internasional, importir minuman premium dengan pengalaman lebih dari dua dekade, acara ini menghadirkan lebih dari 10 produsen Sake ternama langsung dari Jepang. Mereka akan memamerkan keunikan masing-masing rasa otentik yang telah melewati proses fermentasi tradisional, mulai dari yang manis (amami), gurih (umami), hingga kering (karakuchi).

Menurut Susan HalimBrand Manager Sake di PT Jaddi Internasional, Sake Festival bukan sekadar ajang mencicipi minuman, melainkan pengalaman budaya yang penuh nilai. “Kami ingin mengangkat pemahaman masyarakat tentang Sake sebagai bagian dari warisan budaya Jepang, bukan hanya sebagai minuman alkohol biasa. Festival ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya,” ujarnya.

Selama festival berlangsung, pengunjung berkesempatan mencicipi Sake secara gratis sembari belajar teknik mencicipi ala wine — dari mencium aroma, menilai kejernihan cairan, mengeksplorasi rasa utama, hingga menilai aftertaste. Sake sendiri dikenal unik karena bisa dinikmati pada berbagai suhu, baik dingin, hangat, maupun suhu ruang, tergantung karakteristik produknya.

Walau minat terhadap budaya Jepang dan kuliner Jepang terus meningkat di Indonesia, kesadaran masyarakat mengenai cara menikmati Sake masih tergolong rendah. Banyak yang belum mengetahui bahwa Sake sebaiknya dikonsumsi dalam waktu 14 hari setelah dibuka, atau bahwa suhu penyajian dapat memengaruhi cita rasa secara signifikan.

Menurut Eko Trisno Setiawan, konsultan kuliner dan pakar fermentasi, pemahaman yang tepat sangat penting. “Banyak salah kaprah terjadi karena minimnya edukasi. Padahal, Sake punya kedalaman rasa yang kompleks dan penyajian yang tidak bisa disamakan dengan bir atau minuman lain,” jelasnya.

Ia juga menyoroti peran media sosial dalam menyebarkan informasi. Di satu sisi platform digital bisa menjadi sarana edukasi, namun di sisi lain kerap menimbulkan misinformasi. Oleh karena itu, peran aktif dari pemilik restoran, importir, dan pelaku industri sangat dibutuhkan untuk menyampaikan edukasi yang benar dan kontekstual.

Popularitas restoran Jepang di Indonesia menunjukkan tren kenaikan signifikan sejak satu dekade terakhir. Sekitar 80 persen pelanggan restoran Jepang kini berasal dari kalangan lokal, memperlihatkan ketertarikan yang kian kuat terhadap budaya dan gaya hidup Jepang, termasuk minuman tradisional seperti Sake.

PT Jaddi Internasional pun memandang situasi ini sebagai peluang strategis untuk memperkenalkan cara menikmati Sake secara autentik. Festival ini dirancang menjadi jembatan budaya, menghubungkan masyarakat Indonesia dengan tradisi Jepang lewat edukasi dan pengalaman rasa yang otentik.

Festival ini akan diwarnai oleh berbagai nama besar dalam dunia Sake dan minuman Jepang lainnya. Beberapa di antaranya adalah Dassai, Hakuryu, Nabeshima, Ozeki, Tatenokawa, Keiryu, hingga Gekkeikan, yang masing-masing membawa identitas rasa khas wilayah asal mereka di Jepang.

Tak hanya Sake, akan turut diperkenalkan juga Shochu, Soju, Japanese Beer, hingga Japanese Whisky dari merek-merek seperti Kirin, Komasa, Tullibardine, Kanosuke, dan Caedo — menjadikan festival ini sebagai surga bagi penikmat minuman Jepang otentik.

Dengan menggabungkan cita rasa autentik, edukasi, dan pengalaman budaya, Sake Festival 2025 di Jakarta dan Bali diharapkan menjadi tonggak penting dalam memperkenalkan kekayaan warisan Jepang kepada publik Indonesia. Bagi para pecinta kuliner, inilah kesempatan langka untuk mengeksplorasi dunia Sake secara menyeluruh — langsung dari tangan para ahli